expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Highschool of Shit ~







~Bagian satu: Shit Begins


“Bangsat, lu itu cuma anak baru disini! Berani lu ngelawan kita yang udah senior?” Samar-samar terdengar keributan dari arah dalam gudang sekolah Blue Eagle.

Didalam gudang yang penuh sesak itu, tampak tiga orang kakak kelas sedang membully juniornya. “Dibilangin lu harus nurutin kita-kita, jangan salahin orang ya kalau mukalu bonyok!” Salah seorang senior yang matanya besar sebelah berseru sambil mendorong tubuh seorang pemuda berwajah lemah hingga menubruk tembok yang berdebu.

Anak yang menjadi korban penindasan senior itu menjawab sambil menatap mereka dengan kemarahan yang membara,“Gua gapunya duit, udah dibilangin! Lu bertiga bener-bener goblok ya?”

“Ah ngentot! Ini anak emang dari masa orientasi udah berani nyolot sama kita-kita, hajar aja dah!” Ajak seorang senior yang bertahi lalat di hidungnya sambil menepuk pundak kedua kawannya.

Tanpa dikomando lagi mereka bertiga bersiap melancarkan pukulan dengan tangan mereka yang telah diayunkan kebelakang. “Anjing lu! Makan nih!” “Junior gapunya otak, mampus lu!”

“Dhuakkk!!!” “Bhuk!!! Dhuakkk! Dhukk!” Suara pukulan demi pukulan bergema keras di ruang penyimpanan alat olahraga sekolah yang kotor itu selama beberapa menit. Pintu kayu yang sudah termakan rayap itu tiba-tiba terbuka, disusul kemunculan seorang pemuda berwajah lemah tadi dengan langkah terseok-seok. Wajahnya terhias oleh senyuman dingin, kedua matanya tertutup poni rambutnya yang panjang acak-acakan dan pakaian baju seragam putih dan celana birunya penuh dengan debu.


================-----------------=======================


“Mario, lu kemana aja sih? Kok balik-balik bajulu kotor gini?” Tanya Anita, seorang murid perempuan berambut panjang lurus dan berwajah imut yang sudah menjadi teman Mario sejak SD.

Mario menghapus keringat dan merapikan poni rambutnya sambil menjawab dengan tenang,”Tadi gua abis main-main sama kakak kelas.” Tanpa banyak bicara lagi ia segera mengambil tasnya dan beranjak pergi.

“Eh lu mau kemana? Waktu istirahat kan udah mau abis,” seru Anita sambil menarik baju Mario.

“Mau boker gua!”

“Eh??”

“Kalau dicari sama Pak Acong, tolong bilang gue lagi eek ... sakit perut nih,”

Anita memandang Mario dengan ekspresi ilfeel atau tepatnya jijik dan hanya menjawab,”Oh... oke..”

Setelah kepergian Mario yang terburu-buru, kelas SMA 1-A tiba-tiba dikagetkan dengan kemunculan delapan orang kakak kelas yang berwajah garang. Antoni Sukirman atau akrab dipanggil Anto si “Boss” yang menjadi pemimpin grup tukang bully di SMA Blue Eagle telah berdiri didepan kelas dengan gaya menantang atau minta ditampol.

“Disini ada anak yang matanya sipit dan rambutnya panjang kayak Bruce Lee enggak?!” Sambil duduk diatas meja guru ia bertanya dengan nada mengancam.

“Enggak!” Seorang anak laki-laki berkulit putih yang duduk dibelakang menjawab sambil tersenyum mengejek,”Disini adanya anak botak yang idungnya kayak kulit jeruk!”

“Mana orangnya?” Si Boss alias Anto bertanya karena penasaran.

“Ngaca goblok! Gua itu niatnya nyindir lu, tapi lu aja yang tolol kagak sadar... mukalu botak dan idunglu yang gede itu kayak kulit jeruk ... haih ! Najis!” Anak itu memasang ekspressi aneh sambil meludah kelantai.

Si Boss mengerang marah serta membentak keras, “Woi, ini adek-adek kelas emang semuanya kayak anjing ya! Sopan santun lu kemana, bangsat?! Namalu siapa, anjing?”

“Eh lu sendiri juga ngomong kotor, ngentot!!! Nama gua Jimmy! Lu gausah sok jagoan karena lebih tua dari kita, temen-temenlu boleh suruh maju semua sini lawan gua!” Balas anak itu sambil menendang kursi kayu dengan keras sehingga terbalik.

Situasi semakin memanas, delapan orang senior hendak berkelahi melawan seorang junior yang berwajah alim dan berkulit putih seperti bintang iklan produk kecantikan. “Hey! Kalian semua ngapain dikelas ini? Sekarang ini waktunya belajar, bukan waktu istirahat lagi. Cepat balik sana kekelas masing-masing!” Bapak Acong, seorang guru matematika tiba-tiba masuk kedalam kelas dan menegur mereka semua.

“Pak, si anak itu ngentot pak!” Teriak Anto sambil menunjuk kearah siswa yang duduk dibelakang.

“Apa?!! Dia berhubungan badan gitu? Gimana maksud kamu?” Tanya Pak Acong dengan tampangnya yang polos dan tampak tidak percaya.

“Bukan pak, maksudnya dia ngentot... eh sifatnya menyebalkan! Kayak anjing gitu pak!” Jerit Anto semakin kesal karena susah sekali bicara dengan guru matematika yang masih polos atau sebenarnya berpura-pura alim ini.

“Eh kamu jangan ngomong kotor yah, anjing! Sana balik kekelas !!” Bentak Pak Acong sambil mengangkat tangan kanannya, siap menampar kepala Anto yang botak.

Tanpa basa-basi lagi kedelapan orang senior itu pergi keluar dengan wajah kesal sambil saling melontarkan keluhan, “Itu si Pak Acong tadi juga ngomong kotor”, “Iya, bangsat tuh guru!” , “Gak sadar kali dia!”

Setelah jauh dari kelas 1-A, Anto a.k.a Boss berkata penuh wibawa, “Oke.. semuanya tolong tenang!”

Suasana menjadi hening dan ketujuh orang kawannya memandang dengan serius. “Gua tau lu semua kesel, gua juga kesel.... kita ketemu adek-adek kelas yang bajingan. Tommy, Andri, dan Benny bisa-bisanya dihajar habis sama adek kelas yang rambutnya panjang mirip Bruce Lee, dan barusan kita semua ditantangin sama anak bau kencur yang namanya Jimmy!”

“Terus kita harus gimana boss?” Tanya Erika, seorang siswi berwajah genit yang duduk di kelas dua SMA yang merupakan satu-satunya wanita di geng berandalan itu.

Anto mengangguk senang dan berkata,“Rika, gua tau ini keahlianlu. Nah gua minta tolong lu gunain koneksilu sama geng motor. Cowoklu itu anggota geng motor kan?”

Erika menggelengkan kepalanya perlahan karena kecewa,”Cowok gue.... gue udah putus sama dia bos, lagipula dia juga udah keluar dari geng motor.... sekarang dia ikut geng bersepeda sehat di pagi hari sama engko-engko kantoran.”

“Oke.... sialan.....” Anto menghela nafas,”Penting abis kabar dari elu....” ia memandang kesal lalu membuang muka. Ia memandang ke langit sambil bergumam, “Kita enggak bisa jadi begini, kita harus tunjukkin ke junior kita kalau.... mereka itu bukan siapa-siapa disini!”

Mereka berdelapan pergi ke taman belakang sekolah Blue Eagle sambil asik menghisap rokok. Taman dibagian belakang sekolah Blue Eagle memang sudah merupakan pangkalan para tukang bully ini, mungkin karena suasana yang damai nan sejuk dan cukup jauh dari jangkauan guru-guru dan staff sekolah lainnya. Ini membuktikan bahwa serusuh-rusuhnya seorang berandalan SMA, di lubuk hati mereka yang terdalam ternyata masih ada rasa cinta dengan suasana damai.

Disaat para berandalan duduk dibawah rimbunnya pohon-pohon cemara yang menutupi sinar sang mentari di siang hari itu, seorang anak berwajah lemah berjalan santai kearah mereka sambil bersiul-siul.

“Hai!” Sapa Mario sambil melambaikan tangan kanannya, “Tadi kalian nyari aku?” Gaya bahasanya begitu formal dan ia semakin menimbulkan kesan bodoh.

“Lu siapa sih?” Tanya Erika dengan nada meremehkan sambil tetap asik menghisap rokoknya.

“Hmmm, gini.. tadi kan katanya ada delapan orang kakak kelas yang dateng ke kelas 1-A, dan mereka mencari seorang anak yang berambut panjang sekaligus yang telah memberi pelajaran kepada tiga orang kakak kelas lainnya.”

“Eh ngentot! Lu gausah banyak tingkah disini, pergi aja!” Gertak Anto sambil melemparkan puntung rokok yang belum setengahnya habis kearah Mario yang tadinya masih asik berbicara dengan nada halus seperti dibuat-buat.

Dengan melangkah kesamping Mario berhasil menghindari puntung rokok yang masih menyala itu.

“Ih kenapa kalian merokok, kan dilarang loh disekolah ini!” Mario mencela sambil menunjuk kearah kepala Anto yang botak.

Anto adalah seorang berandalan kelas kakap yang sudah biasa mendapat caci maki dari lawannya, namun satu hal yang paling ia benci adalah bila kepala botaknya ditunjuk oleh lawan. Entah mengapa hal kecil seperti itu dapat membangkitkan nafsu amarahnya karena ia merasa direndahkan.

“Hari ini gua udah banyak nahan emosi, sekarang saatnya gua lampiasin ke ini bocah babi!” Teriak Anto sambil mengacungkan jari tengah kearah kearah junior yang berambut panjang itu. “Dia bagian gua, lu pada jangan ada yang ikut campur!”

Anto berjalan maju dengan gaya yang siap tempur, mendekati adik kelas yang betul-betul terlihat lemah itu.

“Aku tidak mau berkelahi!” Teriak Mario sambil mengangkat kedua tangannya kedepan serta berjalan mundur seakan-akan ia ketakutan dengan ancaman si senior botak.

“Ah ngentot lu! Mau gua hajar aja masih banyak bacot!” Anto melepaskan tinju tangan kanannya dengan cepat kearah kepala lawan.

“Plak!!” Tanpa dapat diduga, pukulan cepat dari Anto berhasil ditangkis oleh si Mario yang dengan mudahnya mengibaskan tangan kirinya untuk menangkis. Gerakan tangkisan ini membuat pergelangan tangan Anto terasa ngilu bukan main, namun bukannya kapok, tetapi Anto menjadi semakin termakan emosi, “Anak bangsat, lu!” Ia melepaskan jurus tendangan beruntun kaki kiri dan kanannya kearah lambung lawan.

Mario masih tampak tenang-tenang saja, ia melangkah mundur sambil terus menangkis dengan kedua tangannya yang cekatan sambil membuat gerakan melingkar bagaikan kincir angin.

“Serangan yang hebat, kau pernah belajar taekwondo ya?” Tanya Mario yang masih sempat-sempatnya bicara disaat ia diserang oleh tendangan lawan yang tiada habis-habisnya.

Anto merasa amat penasaran, gerakannya kurang cepat apalagi? Tendangan demi tendangan sudah ia lancarkan dengan pengerahan tenaga maksimal, namun belum ada satupun yang dapat mengenai lawan dengan tepat. Belum lagi, sejak tadi Mario yang menjadi lawannya hanya terus menangkis dan bertahan, sama sekali tidak melancarkan serangan balik, ini adalah suatu pertanda bahwa Mario lebih kuat daripada dirinya! Pikiran Anto menjadi gelap, sehingga gerakannya juga menjadi kacau dan terbaca dengan mudah oleh Mario.

Sebuah tendangan keras namun lambat melesat kearah kepala Mario, tetapi lagi-lagi Mario hanya menggunakan tangan kanannya dan berhasil menangkap kaki kiri lawan. Gerakannya belum berakhir, dengan sedikit menundukkan badan dan menggeser kaki kebelakang, Mario menarik kaki lawan yang tadi berhasil ditangkapnya!

“Bruakk!!!”Tanpa diragukan lagi Anto jatuh tersungkur ditanah karena kehilangan keseimbangan.

Setelah sang bos kalah, otomatis ketujuh orang anak buahnya secara serentak mengepung Mario dengan pandang mata tajam.

“Bangsat.... anak bangsat!!!” Anto mengeluh sambil mencoba untuk berdiri namun akhirnya ia terjatuh lagi karena kakinya terkilir. “Anjing... kaki gua!! Aduhh!!” Ia meringis kesakitan sambil memandang penuh dendam kearah Mario yang kini telah dikelilingi oleh ketujuh anak buahnya. “Kalian semua, hajar itu junior anjing, bangsat, sialan, babi!!!” Perintah Anto dengan suara yang menggelegar.

“Ampun!” Mario berteriak sambil mengangkat kedua tangannya, “Damai, bro!”

“Nyokaplu damai!!” “Baru aja lu ngehajar si bos! Sekarang minta damai?” Tujuh orang anak buah Anto memaki secara bergantian,“Tunggu mukalu bonyok dulu baru damai, bangsat!”

Erika, yang merupakan satu-satunya wanita di geng berandalan tersebut membuka serangan dengan pukulan tangan kirinya. Mario secara refleks segera menggunakan tangan kirinya juga untuk menangkap serangan lawan, namun tiba-tiba Erika menarik kembali tangan kirinya dan memukul dengan tangan kanan disertai hentakan keras.

Sebuah serangan tipuan yang tidak terduga itu berhasil menghantam dada Mario, ditambah lagi berbagai pukulan yang datang dari enam arah lainnya menghantam tubuhnya hingga terpental kesana kemari. Entah tidak terhitung banyaknya pukulan dan tendangan yang mendarat di tubuh Mario yang masih terus melawan dengan mati-matian.

“Daritadi.... gua ngalah sama lu semua,” Mario berbisik dan disaat yang sama tangan kanannya membuat gerakan memutar kedepan dan berhasil menangkap sebuah tendangan seorang senior yang giginya berbehel, “Sekarang saatnya gua bikin lu kapok!” “Krek!” Terdengar suara sambungan kaki bagian angkle yang tergeser karena dipelintir olehnya.

“Cibai!! Kaki gua!!! Aaaaaahhh !!! Keparat !” Si senior yang berbehel tadi menjerit-jerit sambil bergulingan ditanah.

Pengeroyokan para senior berandalan itu terhadap Mario menjadi mengendur karena konsentrasi mereka terpecah akibat seorang kawan mereka yang telah jatuh kesakitan.

Kesempatan ini tidak dilewatkan begitu saja olehnya, dalam waktu satu detik ia menarik baju seragam tiga orang lawannya sambil sedikit membungkukkan badan dan tiba-tiba ia mendorong dengan pengerahan tenaga yang luar biasa hebatnya. Tiga orang senior itu terdorong kebelakang sebanyak lebih-kurang tiga meter dan akhirnya jatuh dengan kepala membentur tanah keras.

“Hmmmmm, sisa 3 orang,” kata Mario sambil tersenyum memandang Erika dan dua orang senior berandalan yang tersisa.

Keberanian ketiga orang lawannya sudah ciut, tanpa sadar mereka melangkah mundur sedikit demi sedikit. Perilaku mereka tidak luput dari pandangan Mario yang sudah menanti-nantikan saat ini. “Diwaktu lawan penuh keraguan ataupun ketakutan, itulah saat yang tepat untuk menghabisinya!” Ia berseru dalam hatinya, sambil menampilkan senyum penuh ejekan.

“Eh, lu berani sama kita?! Mendingan lu pergi aja, sebelom gua panggil temen-temen yang lain!” Gertak Erika sambil memasang kuda-kuda / posisi siap bertarung seperti seorang yang pernah belajar karate. “Gua pernah belajar karate sampai level sabuk cokelat!! Lu berani sama gua?!”

“Bacot aja lu,” Mario menjawab singkat, dan disaat yang sama ia telah menerjang kedepan dan menangkap tangan kanan Erika dengan mudahnya, ia menarik tubuh wanita itu kebelakang, dan tentu saja lawannya kehilangan keseimbangan dan tertarik kearahnya. Lantas bukannya mendorong lawan seperti yang ia lakukan untuk menghabisi tiga orang senior yang tadi, kini ia menyikut kearah perut Erika.

“Dhuakkk!” Dalam satu jurus saja lawannya sudah terjatuh sambil meringis kesakitan. “Kayak gitu lu bilang karate sabuk cokelat? Malu-maluin perguruan karate lu aja!” Ejek Mario yang kini sudah melangkah maju sambil memandang tajam penuh dendam kearah sisa dua orang lawannya. “Sekarang giliran lu berdua!”


====================-----------------------------------------=================


“Pak Andreas Lin, kemarin si Mario, anak bapak itu berantem sama kakak kelas. Bapak tau enggak?”

“Enggak, terus gimana? Yang menang siapa?” Jawab pria setengah baya itu sambil memandang tajam kearah mata sang kepala sekolah.

“Tidak ada yang menang! Untung para guru sudah berhasil melerai mereka sebelum terjadi hal-hal yang lebih parah!”

Pria itu melepas kacamata tebalnya sambil menggeleng kepala,”Kenapa dilerai sebelum tahu hasilnya??? Ayo adakan rematch!”

“Apa? Maaf pak?” Kepala sekolah yang bernama Sam atau akrab disebut Pak Sam itu terbelalak.

“Saya mau rematch untuk anak saya, Pak Sam! Suruh mereka berkelahi sekali lagi!” Pria itu tersenyum sambil memasukkan kedua tangannya ke kantong celana, dan melangkah pergi.

“Maksud bapak bagaimana? Saya hendak bicara dengan bapak mengenai ini!” Pak Sam segera mengejar pria berambut putih penuh uban itu,”Sebagai orangtua, bapak perlu membimbing....”

“Cukup..” Sela pria itu sambil menghentikan langkah kakinya. “Saya ada urusan mendadak pak, tolong lakukan seperti yang saya minta, r-e-m-a-t-c-h!” Ia mengeja huruf itu satu per-satu. Pak Sam hanya memandang kesal, bagaimana mungkin ada orangtua ugal-ugalan seperti itu!

Pagi hari yang benar-benar menyebalkan bagi Pak Sam, sambil menggerutu ia kembali ke ruangan kerjanya. Sudah hampir lima tahun ia menjabat sebagai kepala sekolah disini, Sekolah Blue Eagle.

“Sialan! Itu orangtua dan anak sama saja kacaunya!” Pak Sam menghela nafas berkali-kali sambil menjatuhkan dirinya di sebuah sofa empuk dan menghisap sebatang rokok. “Ahhh, apa harus aku keluar aja ya dari sekolah terkutuk ini?”

“Jangan begitu pak, hal ini sudah biasa dari zaman dahulu! Memang sekolah kita sudah menjadi sarangnya para anak berandalan, karena uang sekolah yang murah dan pelajaran yang lebih santai dari sekolah lainnya.” Ibu Natalie, wakil kepala sekolah berkata sambil memasuki ruangan itu.

Pak Sam menggeleng kepala,”Daridulu saya ingin mengganti peraturan supaya lebih ketat... mengeluarkan anak-anak bandel itu... tapi kalau terjadi demikian, pendapatan kita akan menurun” Ia membuang nafas, asap rokok mengulung-gulung keluar dari mulutnya.

“Kita bisa dipecat sama pemilik sekolah, pak!” Wanita berumur akhir tigapuluh tahun itu mengangguk pasrah,”Biarkan saja, sudah biasa keadaan seperti ini.”


--======================================================================-



~Bagian 2: Elena


“Mario, kemarin lu kemana sih ? Tiba-tiba pas pelajarannya si Pak Acong lu bisa hilang begitu! Kita semua susah banget tau ga nyariin lu gara-gara disuruh Pak Acong!!” seru Freddy dengan suara keras sambil memasang gaya bertolak pinggang.

Freddy adalah teman sekelas Mario sekaligus ketua kelas 1-A. Kulitnya cokelat tua dan tubuhnya tinggi besar, matanya bulat besar seperti mata sapi dan wajahnya sedikit berbentuk segi delapan dihiasi model rambut cepak pendek seperti onigiri. Secara keseluruhan rada aneh memang sih, tetapi walau seaneh apapun ia adalah seorang siswa yang tabah dan penuh percaya diri, buktinya sampai sekarang belum pernah sekalipun ia memikirkan untuk operasi plastik.

Keadaan itu jauh sekali bedanya dengan Mario yang berambut panjang yang sedikit berombak dan dibiarkan terurai, serta bentuk wajah berkulit cokelat-kemerahannya yang bulat seperti telur dan meruncing di dagu. Walau badannya kalah tinggi beberapa senti dari Freddy, ia bisa dikatakan lebih terlihat gagah terlebih lagi secara sekilas penampilannya ini sungguh mirip sekali dengan sosok Bruce Lee disaat muda.

Mario menunduk sambil tersenyum, “Oh, maaf kemarin tetangga gua kecelakaan, kakinya patah.. jadi gua harus nolong dia!.”

“Oh? Terus gimana? Baik-baik aja dia?” Wajah Freddy segera terhias oleh senyum, “Lu kan jago ngurut orang, pasti gapapa kan dia?”

“Ya, begitulah,” Mario tersenyum sambil meletakkan tasnya ditempat dimeja dekat jendela,”Fred, denger-denger ada masalah apa sih? Lu stress banget kelihatannya.”

Freddy menghela nafas,”Gini nih Mar... Lu tau ga sih? Kemarin ada banyak senior kita, tepatnya mereka-mereka yang bandel, kurang lebih ada total sepuluh orang babak belur!”

“Di sekolah kita, gebuk-gebukan udah biasa lah, namanya juga sekolah murah, Fred. Semua anak gampang masuk juga kesini.” Sahut Mario sambil mengulum senyum dan menjaga agar ekspressi wajahnya tidak mencurigakan. Dalam hati ia mengeluh, “Sialan, kabar kayak gini cepat banget tersebar kemana-mana, bisa-bisa makin banyak musuh dateng ke gua!”

Mario mengalihkan pandangan keluar jendela, sambil memandangi pepohonan rimbun dibelakang sekolah ia tersenyum kecil,”Ah.. yasudahlah Fred, doain aja mereka yang babak-belur itu enggak kenapa-kenapa.” Mario melanjutkan kata-katanya sambil sekilas memandang wajah temannya ini.

“Mario!!”

Mario membalik badan dan memandang kearah siswa berwajah cantik dan berkulit putih bagaikan salju yang barusan memanggilnya, “Oh si putih!”

“Nenek lu putih!” Keluh Jimmy sambil merapikan poni rambutnya yang berantakan dengan gaya keren,”Demen banget sih lu ngeledekin gua...jing.”

Mario tertawa,“Eh serius itu maksudnya gua ngejek sambil muji, lu cocok jadi artis... bikin boyband aja gitu! Hahaha!”

“Plak!” Mario terjatuh lemas kelantai setelah bagian pangkal pahanya ditepuk oleh Jimmy dengan presisi waktu yang pas disertai kecepatan yang luar biasa. “Shit... aduh, gua hanya becanda Jim, lu ngapain nyerang kon.....!”

“Eh kalian abis ngapain sih? Mario, lu kenapa?!” Tiba-tiba Anita, gadis berwajah cantik dan imut itu memandang heran kearah Mario yang meringis kesakitan seraya memegangi anunya.

Tanpa pikir panjang dan spontan saja Jimmy menjawab,”Tadi kontolnya habis gua pukul.”

“Woi!!! Ngomongnya sopan banget lu didepan cewek!” Jerit Mario yang tidak percaya dengan sahabatnya yang satu ini. Wajahnya menjadi merah karena malu tapi tentu saja bukan karena bagian kemaluannya dipukul Jimmy tadi.

“Ah..... oke...” Anita hanya menjawab singkat dan mencoba untuk menganggap hal ini tidak pernah terjadi, lalu ia beranjak pergi.

Memang suasana unik dikelas 1-A ini sudah biasa terjadi, Jimmy yang berwajah tampan seperti artis korea dengan kulit putihnya yang menawan namun wataknya terang-terangan (dalam hal perkataan kotor juga terang-terangan). Dibagian yang lain ada si Mario yang suka berkelahi namun pandai membawa diri sehingga suka dikira sebagai anak alim.

“Jim....” Setelah Anita pergi, Mario mencoba membuka mulut.

“Kenapa, Mar?”

“Lu pagi-pagi nyamperin gua tadi, cuma buat iseng mukul kontol gua doang?”

Jimmy menjawab singkat dengan polosnya,“Enggak sih...”

“Terus?”

“Sialan lu, pas ga ada cewek juga ngomongnya jorok enggak beda sama gua!” Keluh Jimmy yang baru sadar.

Mario segera menyela,“Setidaknya gua lebih sopan dan tau situasi kondisi! Yaudah jawab pertanyaan gua tadi!”

Jimmy merapikan kerah baju seragam putihnya dan menjawab,”Mar.. gua mau lu nahan diri dulu. Jangan sembarangan cari ribut sama kakak kelas kita, lu tau sendiri kan enggak enak rasanya berantem terus kayak masa SMP kita dulu?”

Mario mengangguk,”Ya, nyokap gua sering dipanggil kesekolah karena kelakuan gua, rasanya semua guru dan kepala sekolah kenal sama nyokap gua yang setiap bulan mondar mandir masuk ruang kepsek ,”Eh si ibu lagi!” Dialog itu udah terkenal di telinga nyokap gua.”

“Hahaha, untung gua udah gapunya orangtua.... jadi seenak jidat aja gua berantem dan gak ada yang bisa dipanggil kesekolah!” Balas Jimmy sambil tersenyum senang. “Tapi kita sering berantem kan karena ngebelain temen yang dibully.... gakmasalah dong, gua jadi pembela yang lemah gitu!”

Mario hanya mengangguk sekali lagi sambil tersenyum kecil. diam-diam ia merasa sedih, namun ia juga ikut tersenyum untuk menutupi perasaannya. “Jimmy, temen gua yang satu ini udah enggak punya orangtua lagi, jadi walau sebenernya dia baik, tapi suka kurang perhatian dan wataknya kadang ugal-ugalan,” dalam hatinya ia merenung.

Jimmy berkata lagi dan kali ini nada bicaranya lebih serius. “Mar, gw lagi naksir sama cewek nih... minta saran dong gua harus ngapain?”

Mario tersenyum kecil dan menjawab,”Jim, gua ga jago sih masalah ini.. tapi...”

“Ga jago gimana? Lu udah pengalaman kan sama si Anita?”

“Pengalaman? maksudlu gimana?” Tanya Mario heran.

Jimmy berbisik,“Lu udah gitu-gituan kan sama Anita?”

Mario melangkah mundur karena tersentak kaget dan ia berseru,“Hah, gila lu anjing, Jim! Lu kira gua senafsu apaan?

“Loh, gua belum ngomong arti kata dari “Gitu-gituan” kok lu udah sewot?”

Kedua pipi Mario menjadi kemerahan, “Sial lu! Gua kirain....”

“Lu yang mikirnya jorok sendiri Mar!” Kata Jimmy sambil menepuk perut kawannya ini, “Lu kan udah pacaran dari SMP sama dia... itu maksud gua. Dan lu pengalaman kan masalah pacaran gini?”

“Gua ga pacaran Jim sama dia, pas aja rumah gua deket sama Anita jadi sering jalan bareng. Sekedar teman deket aja gitu hubungan gua sama dia, lagipula dia juga naksir cowok lain kok. Eh, lu naksir siapa Jim?” Tanya Mario sambil mengalihkan topik pembicaraan.

“Gua gatau namanya Mar, tapi dia anak kelas sebelah,” Jawab Jimmy malu-malu. "Anaknya bener-bener cantik, pembawaannya tenang gitu! Senyumannya... bikin gua bengong,Mar!"

Mario mengangguk,“Ya hahahaha dasar... pas  lagi naksir cewek aja lu jadi puitis.. biasanya mulutlu ngomong kotor semua, nanti pasti gua bantuin. Tenang aja. Haha!”

Suasana kelas menjadi ribut, pertanda pelajaran akan segera dimulai. Memang inilah keunikan kelas 1-A, dimana saat tidak belajar, suasana kelas tidak begitu ramai, namun saat guru mulai datang dan pelajaran dimulai...... rasanya siswa yang mau bermain saja akan terganggu oleh berisiknya suasana kelas itu sendiri, apalagi siswa yang hendak belajar.


--------------===============================-------------




Hari Rabu sore, lagi-lagi kelakuan senior yang seenaknya kembali menjadi kabar panas di Sekolah Blue Eagle.

Elena, seorang siswi kelas 1-C yang berwajah anggun berjalan dengan langkah lesu. Ia menghela nafas panjang sambil merapikan rambut hitam yang dibiarkan terurai kebelakang.

Kedua mata yang biasanya bersinar penuh pesona kini memandang sayu kearah handphonenya yang penuh dengan pesan singkat,“Sayang, kamu enggak ngerti maksud baik gua? Gua mau lu jadi cewek gua! Pikirin baik-baik ya!”

Dirinya hanya menghela nafas dan mematikan handphonenya sambil berjalan kearah ruang loker yang berada dipojok bagian selatan sekolah Blue Eagle.

Beberapa saat kemudian lagi-lagi ia menghela nafas karena kesal seraya berkata, “Sial, dia itu maunya apa sih ?!” Ia memandangi lokernya yang penuh dengan corat-coret gambar yang tidak senonoh.

“Pasti yang iseng si Kak Andrew lagi ya?” Tanya seorang wanita berbaju seragam putih dan rok biru yang berdiri dibelakangnya.

“Eh, Jill ! Kaget gua tiba-tiba lu muncul dibelakang,” kata Elena sambil tersenyum agak dipaksakan.

“Ya, sabar aja ya.. nanti kita coba minta tolong orang lain buat ngebantuin kita beresin masalah ini...” Sahut Jill sambil menepuk pundak temannya,”Atau... lu turutin aja maunya dia...”

“Maksudnya?”

Jill segera menjawab cepat,”Lu jadi pacar dia..”

Elena terdiam sesaat sambil mengusap dahinya lantas tersenyum kesal sambil menjawab ketus,”Ngebantu banget saran lu, Jill!”

Dengan langkah cepat ia meninggalkan temannya itu dan berjalan menuju pintu keluar sekolah. Saat itu waktu telah menunjukkan pukul lima sore dan suasana di sekolah Blue Eagle sudah demikian sepi, ditambah lagi keadaan langit yang sedang mendung sehingga membuat suasana semakin sunyi.

“Sial, kenapa ya bisa-bisanya dia kasih saran kayak gitu...” Elena mengeluh dalam hati lantas menyalakan ipodnya dan memilih-milih playlist lagu favorit untuk menghibur diri.

“Elena..” Suara Jill terdengar dari arah belakang sudut kooridor, Elena segera mengecilkan volume lagu di ipodnya sambil membalik badan. “Jill...” Elena berbisik sambil memandang kaget kearah sahabatnya.

Jill menunduk sedih sambil berkata, suaranya begitu kecil hampir tidak terdengar,“Sori banget, gua dipaksa mereka ... terpaksa banget gua nganterin mereka ke elu..”

Dua orang siswa bertubuh tinggi dan berpakaian jaket hoodie berwarna abu-abu berjalan dibelakang Jill seraya tersenyum-senyum mesum dan saling berbisik,”Jadi ini ya cewek yang lagaknya sok cakep yang lu suka itu, Drew?”

“Bego lu, bukannya sok cakep lagi tapi emang cakep! Badannya bener-bener ramping atletis, mukanya kayak artis jepang dan rambutnya yang panjang itu sexy abis ya kalau diliat dari sudut manapun...” Kedua mata si senior yang bernama Andrew itu memandang Elena sambil tersenyum, seakan-akan menjelajahi seluruh lekuk tubuh gadis itu lalu ia berseru girang,” Waduh... gak tahan gua! ”

Elena masih mencoba untuk tenang, ia mengambil nafas dalam-dalam sambil memandang kedua senior itu dengan pandangan penuh kemarahan.

“Wah dia kalau marah makin hot keliatannya,” bisik Andrew kepada temannya yang bermata aneh, mata kirinya sipit dan mata kananya besar.

“Kalau udah bosen sama dia, kasih ke gua ya, Ndrew!”

“Beres,” Kata Andrew sambil berjalan mendekati Elena dengan lagak sok keren. “Gimana nih, Elena? Lu mau ga jadi cewek gua? Kalau lu jadian sama gua, dijamin enggak ada lagi yang berani ganggu lu..”

“Kalau sampai Elena jadian sama lu, lu yang bakal gua gangguin sampai lu disaat berak aja gabisa tenang, anjing!” Jerit seorang siswa berambut panjang menutupi mata, berwajah nyaris cantik dengan kulit putih halus, dan badannya agak pendek. Tidak sulit ditebak, dia adalah Jimmy yang sejak tadi diam-diam mengawasi mereka.

Andrew dan seorang temannya itu memandang pemuda itu heran sambil tertawa,“Eh, ada banci darimana ini? Putih banget kulitnya... kayak putri salju!”

Jimmy memandang kesal kearah Andrew dan mengacungkan jari tengahnya sambil berteriak,“Nyokaplu putri jablay!” Lantas ia melempar pandang kearah si mata aneh, “Dan elu, ngaca, anjing! Beresin dulu wajahlu.... mata kiri dan kanan aja gak proporsional, tekstur tai gua lebih rapi daripada mukalu!”

Belum selesai disitu saja, Jimmy melangkah kedepan sambil melanjutkan ejekan-ejekan laknatnya,”Kenapa? Ga seneng? Sini kita selesaiin secara jantan... atau lu mau ngadu ke temen-temenlu buat keroyok gua? Mau lu sekampung maju lawan gua, lu semuanya bakalan rata! Rata!! Ngerti lu anjing?!”

Tanpa perlu ditanyakan lagi, kedua senior yang diejek habis-habisan itu segera maju untuk melampiaskan kemarahan mereka, “Dhuk!” “Dhuak!!!” “Dhuk!”

Semuanya terjadi begitu cepat, bahkan Jimmy yang tadinya hendak lanjut menghina kedua senior itu menjadi kaget. Mulutnya sedikit ternganga karena kagum bukan main melihat dengan jelas bagaimana seorang siswi cantik anggun bernama Elena itu tiba-tiba menendang Andrew dan si mata enggak proporsional (menurut versi Jimmy) tepat di leher mereka dan di kelamin masing-masing sebanyak dua kali.

Kedua senior itu meringis kesakitan sambil memegangi burung dan leher mereka secara bergantian lalu mereka roboh secara tragis, mungkin karena rasa sakit yang mengigit di kedua bagian itu.

Elena tersenyum kecil sambil memandang Jimmy,”Thanks, gua belum butuh bantuanlu.” Ia menggandeng tangan Jill yang sejak tadi hanya memandang ketakutan dan mereka berdua beranjak pergi.

Jimmy tidak menjawab, hanya terus memandang kagum kearah siluet tubuh gadis pujaan hatinya yang dihiasi cahaya mentari pada sore hari itu.

Jimmy sempat menangkap gerakan gadis itu tadi melalui pengelihatannya yang tajam, empat buah tendangan yang ia lancarkan secara beruntun itu merupakan pertanda ia bukan gadis sembarangan dan tentunya mengenal ilmu beladiri.

Masih terbayang secara jelas sekali didalam kepala Jimmy, saat Elena menendang Andrew dan si muka jelek dibagian kelamin dan betapa gadis itu melompat kebelakang untuk memasang kuda-kuda serangan susulan. Disaat kedua lawan meringis kesakitan memegang bagian vital mereka yang tertendang, tentu saja kedua senior itu sedikit menunduk-nunduk rendah. Kesempatan itu tidak dibiarkan begitu saja oleh Elena, ia menerjang kedepan dan melancarkan tendangan kaki kanannya yang menghantam kepala Andrew, lalu segera disusul tendangan backheel atau tumit belakang kaki kirinya sambil memutar badan dan mendarat mulus secara tepat di dagu si muka jelek itu.

"Gila...hebat banget dia, cantik-cantik bisa beladiri tingkat tinggi gitu!" Jimmy memuji dalam hatinya dan tersenyum kagum.


“Tornado kick... dia bisa kickboxing...” Jimmy hanya berbisik kecil dan menggeleng kepala melihat kedua senior yang K.O alias pingsan dengan wajah memar-memar.


Tiba-tiba senyuman Jimmy menghilang, berganti dengan ekspressi wajah penuh dendam.
Ia berjalan mendekat kearah kedua orang kakak kelas yang K.O tadi dan menggeledah pakaian mereka sejenak. Beberapa saat kemudian ia pergi sambil sebuah handphone blackberry yang cukup mahal sambil tersenyum-senyum licik,“Gua bakalan hancurin nama baik anjing itu di dunia internet.. hahahaha, dia bakalan enggak tenang.”

Jimmy berbelok kearah kooridor yang sudah sepi dan berpenerangan cukup gelap lalu masuk kedalam sebuah kelas yang sudah kosong.

Ia memandang handphone blackberry milik Andrew yang tadi ia curi. Tanpa pikir panjang ia menelpon seseorang..... yaitu sang kepala sekolah.

“Halo...selamat sore”

“Selamat sore pak, ini Andrew!” Jimmy berkata dengan suara yang dibuat-buat sedikit serak sambil sedikit mencekik lehernya sendiri dengan tangan kirinya.

“Ya, kenapa lagi kamu Andrew? Tumben kamu nelpon bapak, gimana tadi ulangan biologinya bisa?”

“Woi Sam, anjing lu!”Teriak Jimmy, dengan enaknya saja menyebut nama si bapak kepala sekolah secara tidak sopan,“Banyak nanya aja lu, orang tua udah bau tanah! Urusin aja kepala lu yang udah ubanan... najis gua liatnya! Gua mau bilang, lu itu enggak cocok jadi kepala sekolah, kagak tegas, ga berani ambil tindakan keras. Abis gua ngomong gini, lu berani enggak ambil tindakan terhadap gua? Fuck you!”

Teriak Jimmy dengan keras sambil masih mengubah nada suaranya menjadi semirip mungkin dengan suara si senior yang bernama Andrew tadi.

“Andrew, apa maksud kamu ini?!” Pak Sam bertanya dengan suara keras, jelas saja ia marah besar.

“Gua bosen ngomong sama lu, dasar sampah!” Jimmy menutup telepon, ia keluar dari kelas kosong itu dan menyelipkan kembali handphone yang barusaja ia bajak kedalam kantong celana Andrew yang masih pingsan dipojok kooridor bersama temannya yang berwajah tidak proporsional itu.

“Semua orang yang berani ganggu gua.... terutama senior-senior berengsek itu, satu per satu bakalan gua hancurin hidupnya, gua bikin keluar dari sekolah ini!” Jimmy berkata didalam hatinya, sambil beranjak pulang.


-----------------------==================--------------------


~Bagian 3: Bayangan Masa Lalu



Suara melodi suling bambu yang mendayu-dayu merdu sibuk bertempur melawan kesunyian pada malam hari itu.

Di sebuah taman besar yang terletak dibelakang rumah mewah bergaya Cina Tradisional tampak seorang pemuda dan ayahnya duduk berhadapan di sebuah paviliun kecil ditengah-tengah danau buatan.

Sambil menyeruput teh berwarna kemerahan, sang ayah berkata,”Li Yung Sep, kamu masih ingat kenapa papa masukkan ke sekolah yang penuh berandalan itu kan?”

“Iya, pa,” A Sep mengangguk sambil tersenyum,”Aku tahu kok.”

“Tapi kenapa... papa dengar dari bos papa yang namanya Anto babak belur dihajar oleh seorang adik kelas namanya Mario! Anto itu anak satu angkatan kamu kan? Dia ditindas dan kamu diamkan saja? Betapa memalukan kau jadi anak papa, sekaligus kamu juga dalam posisi sebagai ketua angkatan kamu!”

“Aku... belum begitu tahu masalahnya, Pa! Terus juga si Anto itu terkenal berandalan, gimanapun juga aku ada feeling kalau dia sendiri yang cari masalah sama adek kelas yang kebetulan ternyata bisa beladiri itu,” A Sep menjawab ragu-ragu.

Sang ayah meletakkan cangkir tehnya dan berdiri sambil memandang kearah bulan,”Kau tahu, kita keluarga Li sudah terkenal sebagai orang-orang sakti dari Cina yang pindah ke Indonesia. Kekuatan bukan untuk disimpan, anak bodoh! Tapi digunakan untuk menjaga harga dirimu dan teman-teman!”

“Tapi.......”

“Justru keadaanmu yang sekarang ini bikin papa malu! Anto itu anak bos papa! Kamu harus bantu dia dengan cara apapun, ini menyangkut kemakmuran keluarga kita juga! Posisi papa didalam perusahaan bisa gawat kalau bos papa tahu anak papa jago kungfu dan ... saat si Anto dibully dia enggak mau bantuin!” Ayahnya melotot sambil menghela nafas, “Kau sendiri tahu..... papa sengaja masukin kamu ke sekolah berandalan itu supaya kamu bisa sering-sering dapat pengalaman bertarung kan? Supaya bisa jadi laki-laki yang berguna!”

“Iya..” A Sep menganguk sambil tersenyum kecil

“Kalau gitu, tak usah banyak omong, besok kau cari anak yang namanya Mario Bross atau persetan siapalah dia itu.... Cari!! Dan hajar sampai dia enggak bisa berdiri tegak lagi!” Bentak sang ayah.


-------------------=================================---------------------------

Suara bel yang berdering menusuk telinga menghapuskan keindahan pagi hari disebuah sekolah tanpa harapan yang bernama Blue Eagle, atau kerap disebut Sekolah Elang Biru. Sekolah tersebut berada dipinggir kota Jakarta.

Dari sejauh mata memandang pada pagi hari itu, ada puluhan murid yang terlambat datang sedang berlari sekuat tenaga mereka untuk memasuki pintu gerbang sekolah yang berdiri kokoh itu.

Sayang sekali, Pak Babon si satpam sekolah yang wajahnya seperti gorilla liar telah berdiri memasang pose angker sambil berteriak,”Kalian semua tidak bisa masuk! Anak muda jaman sekarang ya.... terlambat melulu, Cuih, mampus sana!” Ia meludah sambil menutup pintu gerbang besi itu.

Bagaikan disiram air dingin, tubuh para murid itu menggigil karena cemas sekaligus takut. “Sialan, hari ini ada ulangan matematika!” “Gua juga nih, ada ulangan Sejarah...” “Aduh, gimana yah kita gabisa masuk” Suasana diluar sekolah menjadi ricuh dipenuhi keluhan-keluhan para murid yang kurang beruntung itu.

“Minggir, kawan!” Seorang murid laki-laki berambut panjang dan bermata sipit dan memakai berbaju seragam yang ukurannya sedikit kebesaran tiba-tiba melompat begitu tinggi kearah gerbang. Dengan mudahnya bagaikan terbang saja ia bersalto beberapa kali hingga mendarat melewati pintu besi yang tinggi itu.

Sejurus kemudian, pintu gerbang sudah terbuka kembali. Yang membukanya adalah si sipit tadi. “Nah kawan, silahkan masuk..si gorilla udah jinak sekarang!” Ia berkata sambil tersenyum, sedetik kemudian ia sudah berkelebat memasuki kompleks sekolahan dengan ilmu meringankan tubuh tingkat tingginya.

“Dia pemain barongsai ya?” “Gila, lompatnya tinggi banget bisa hampir dua meter gitu!” Beberapa anak berseru kagum sambil menggeleng-geleng kepala setelah menyaksikan betapa dengan mudahnya si anak baru bermata sipit dan tidak dikenal itu dapat melompat keatas gerbang dan masuk dengan mudahnya kedalam kompleks sekolah disusul dengan aksi menotok lumpuh si Pak Babon sehingga si satpam berengsek itu tertidur sementara didalam pos jaganya.

Pemuda tadi bukan lain adalah A Sep atau Li Yung Sep. Dengan langkah cepatnya ia berlari menuju kelas 3-Bnya yang berada dilantai dua, namun tiba-tiba pendengarannya menangkap suara yang tidak asing baginya.



===================

“Anto! Lu goblok banget sih? Katanya lu bisa ngatasin si Mario? Mampus lu!” Alex meninju tubuh Anto yang terkulai lemas itu hingga membentur tembok.

Pagi hari itu, Alex yang merupakan ketua osis dari Sekolah Elang Biru sedang menghukum Anto karena telah gagal menjalankan tugasnya untuk mengatasi si adek kelas yang bandel bernama Mario.

Alex adalah seorang pemuda tinggi besar dan berotot yang umurnya sudah mencapai duapuluh tahun, namun masih duduk di bangku kelas tiga sma. Tidak perlu banyak menduga, tentu saja ia sudah tidak naik kelas tiga kali... sekaligus menjadi sang ketua OSIS / Student Council di sekolah Elang Biru secara tiga tahun berturut-turut. Entah bagaimana mungkin hal itu bisa terjadi, memang banyak hal yang tidak masuk akal di dalam sekolah Blue Eagle.

Alex mempunyai dua orang saudara yang juga sama bodohnya bernama Ulex dan Olex, mereka bertiga memang sehidup semati... sehingga dalam hal ke-tidak-kenaikan kelas mereka juga ikut mengalaminya dengan hati tabah dan saling menghibur diri.

Sehabis mendapatkan tinju dari tangan Alex yang begitu besar dan berotot, Anto merasa sekujur tubuhnya nyeri bagaikan ditusuki ribuan batang jarum, ia meringis kesakitan,”Aduh... Lex... sori banget, tolong kasih gua waktu lagi..tadinya gua ngerasa itu bocah anjing gak bisa apa-apa.. gua ga nyangka bener Lex, dia jago kungfu!”

“Bacot lu!” Sebuah tendangan mendarat di pinggang Anto, kali ini yang menendang adalah si Ulex, kembaran si Alex. “Berani lu gak matuhin perintah sodara gue?” “Habisin aja bro!” Sahut orang ketiga yang bertubuh gemuk dan sedikit bongkok.

Anto tidak menjawab apa-apa, dirinya sudah muak dengan keadaan ini! Ia hanya menatap kesal kearah para pengeroyoknya dan ...... ia terbelalak setelah menyadari ada seorang teman lamanya yang tidak asing lagi tiba-tiba muncul. Siswa itu bermata sipit bukan main seakan-akan ia lagi memejamkan matanya, dan rambutnya yang panjang diikat kebelakang model buntut kuda.

Ia menghampiri Anto sambil bertolak pinggang. “Aduh, gimana angkatan kita bisa ditakutin sama adek kelas kalau sesama kita aja saling ribut?!” A Sep berseru dengan nada santai khasnya. Ia memandang mereka satu per satu lalu tersenyum kecil.

“Wah, si pemain barongsai berani ngelawan geng kita nih bro!” Alex menghampiri anak itu sambil memberi isyarat pada kedua kawannya untuk ikut meramaikan.

“Hmmm, jangan gitu dong...,” kembali A Sep menjawab dengan suara halus.”Kita kan temen satu angkatan, gua mau lu semua jangan saling terkam gitu... mendingan kita gabung buat nguasain adek-adek kelas kan?”

“Bacot aja lu sipit, anjing!” Tanpa basa-basi lagi ketiga orang itu melancarkan pukulan secara bersamaan kearah A Sep. Dengan cekatan A Sep melompat salto kebelakang dengan indahnya, ketiga serangan itupun luput.

Ulex, si pemuda yang hidungnya bertompel itu berseru,“Wah dia emang jago akrobat nih! Mampus aja loe sipit!” Kembali ia menerjang kearah A Sep sambil mengayunkan tinju tangan kanannya.

“Kalau tinju diayun kayak gitu, jadi gampang kebaca seranganlu itu.” A Sep masih sempat menjawab sambil menerima tinju lawannya dengan kedua tangan tanpa bergerak menghindar sedikitpun. Kedua tangannya malah ia gunakan untuk menarik serangan lawan dan sambil membungkukkan badannya ia menarik nafas.

Tanpa diragukan lagi tubuh Ulex tertarik kedepan karena keseimbangannya hilang seketika,”Ahhh!” Ia berseru panik saat tubuhnya dihantam dua buah telapak tangan yang mengandung tenaga hebat. Layaknya sebuah adonan bakpau yang besar namun ringan, dengan mudah saja ia terlempar jauh beberapa meter hingga tidak sadarkan diri. Tidak sampai semenit kemudian kedua saudaranya, Alex dan Olex segera memapahnya pergi ke ruang UKS. “Ngentot lu A-Sep! Li Nyung Sep! Ingat aja lu.... bakalan gua balas kelakuan bangsatlu hari ini! Tunggu aja lu gua bikin Nyungsep! Ngentot lu!” Alex menyumpah kesal sambil memandang kearah siswa berambut model buntut kuda itu.

“Terima...kasih.. serius dah... thank you banget, Sep!” Anto memandang temannya itu sambil terbengong-bengong.

A Sep membantunya berdiri dan memungut kembali tas Anto yang tadi terjatuh,“Gak masalah bro, gua emang sekalian cari lawan sparring kok!”

“Sep, gerakanlu yang barusan itu.... mirip banget sama si Mario, anak kelas satu yang ngehabisin gua dan seluruh geng gua ..”

Li Yung Sep sedikit ragu,”Hah beneran nih? Gua hampir percaya loh kalau misalnya lu boong !”

Anto mengangguk, wajahnya tampak begitu sedih dan penuh dengan rasa malu,”Gua beneran bete nih, Sep. Gua bener gak terima gua bisa kalah sama itu adik kelas yg nyebelin abis!”

“Sore hari ini, enggak ada lagi adek kelas yang namanya Mario itu, lu percaya sama gua,” setelah berkata demikian A Sep beranjak pergi begitu saja meninggalkan Anto dengan ekspressi dingin.



Tidak begitu sulit bagi A Sep untuk mencari Mario. Pergaulannya yang luas disekolah Blue Eagle membuatnya banyak mengenal siswa-siswi yang sekelas dengan Mario. Tepat pada sore hari itu ia menghampiri Mario sesuai perintah ayahnya untuk membereskan perhitungan. A Sep menyipitkan pandangan matanya yang memang sudah sipit, ia tidak percaya seorang siswa yang lagi duduk santai di bangku taman sekolah itu adalah seorang “Mario” yang namanya begitu terkenal belakangan ini setelah menghabisi beberapa senior di sekolah Blue Eagle.

A Sep masih kira-kira dua puluh langkah jauhnya ketika ia melihat Mario memandang balik kearahnya. Kedua mata mereka bertemu sesaat, dan Mario mengenal betul pandangan seperti itu. Pandangan mata penuh ancaman yang tidak dimiliki orang biasa, Mario beranjak dari kursi kayu jati yang barusaja ia duduki sambil terus memandang siswa bertubuh tinggi dan berambut kuncir kuda itu.

Mario menyadari bahwa orang dihadapannya ini mengeluarkan sesuatu dari saku celananya, sinar matahari pada sore hari itu membantu pandangan Mario. Sebuah pisau lempar sepanjang sepuluh senti yang berbahan besi! Mata pisua itu berkilauan diterpa cahaya matahari. Mario melangkah mundur setelah melihat benda putih berkilauan itu, bersiap menghadapi bahaya yang lagi-lagi menghampirinya.

Jarak dua puluh langkah masih terlalu jauh untuk sebuah lemparan tepat kearah siswa kelas satu yang bernama Mario ini, pisau lempar itu berhasil dihindari oleh Mario sambil melompat bergulingan kekiri. “Sialan! Salah gua apa? Lagi nyantai ditaman tiba-tiba ditimpuk pisau!” Jerit Mario kesal sambil bangkit berdiri dan merapikan baju seragamnya yang penuh debu tanah kering.

A Sep berlari kearah Mario disaat yang bersamaan ia melemparkan pisau kedua yang mengarah ke jantung lawan. Mario kurang cepat menghindar namun usahanya untuk mengelak kebelakang berhasil memperpanjang hidupnya, pisau lempar itu membuat sayatan tipis pada lengan kirinya. Ia meringis kesakitan sambil memandang kaget kepada pemuda berambut kuncir kuda. “Dia bener-bener mau ngebunuh gua?” Tanya dirinya didalam hati.

Dalam jarak kurang lebih lima belas langkah bukanlah hal yang mudah untuk menghindar bagi Mario, belum lagi ia tidak pernah terlatih menghadapi lawan yang pandai menggunakan serangan pisau lempar seperti ini.

Pada detik-detik yang kritis, tangan kanan Mario meraih segenggam pasir dari tanah. Ia melompat bangun sambil membuat gerakan seperti hendak meninju dengan tangan kanannya.

Li Yung Sep tidak menghindar, ia tidak percaya bahwa lawannya akan berbuat demikian dalam jarak yang cukup jauh diantara mereka, tidak mungkin Mario akan melepaskan tembakan tenaga dalam atau chi seperti di film-film kungfu yang di-edit layaknya Kungfu Hustle atau Shaolin Soccer. Namun dugaannya meleset! Mario bukanlah menyerang dengan tenaga dalam, tetapi segenggam debu pasir berterbangan dengan cepatnya dan menghantam kedua bola mata A Sep. Secara refleks ia mundur kebelakang sambil mengusap kedua matanya yang berkunang-kunang disertai rasa perih.

Kesempatan ini yang ditunggu oleh Mario, ia melompat kedepan dan melancarkan tendangan kaki kiri secara vertikal keatas menuju dagu lawan. Dengan cepat A Sep menangkis namun ia tidak bisa membalas karena pandangan matanya masih belum jelas betul. Tendangan beruntun dari Mario tidak ada yang tepat mengenai sasaran, semuanya berhasil ditangkis oleh Li Yung Sep dengan susah payah.

Mario tahu bahwa dirinya dalam bahaya, ia harus menghabisi lawan secepatnya! Lengan kirinya terus mengucurkan darah akibat tersayat pisau lawan sedalam dua senti. A Sep lagi-lagi mengeluarkan sebilah pisau, kali ini dari saku jaketnya. Mario menyadari bahwa pisau yang satu ini sedikit lebih panjang, kira-kira ada dua puluh lima senti.

Sambil kembali menambah jarak diantara mereka dengan melangkah mundur perlahan, Mario meloloskan ikat pinggang kulitnya untuk dipakai sebagai senjata dan kini ia membuat posisi bertarung yang berbeda sambil memegang ikat pinggang ditangan kanannya sebagai cambuk.

Li Yung Sep menerjang kedepan sambil menusukkan pisaunya ke leher Mario, gerakan tubuhnya amat cepat.

Namun saat ini Mario sedikit lebih siap dan dapat menduga serangan lawan. Ia menggeser posisi kaki kanannya secara diagonal kebelakang kanan, memperlebar jarak antara kedua kakinya, kini berat tubuhnya ia pindahkan kebelakang. Kedua tangannya membuat gerakan melingkar keluar, berhasil menangkap tangan kanan lawan yang beberapa senti lagi akan menusuk lehernya. Kaki kiri Mario bergerak cepat mengunci kaki lawan, disusul dorongan kedua tangan kearah depan. Tanpa diragukan lagi Li Yung Sep yang kehilangan keseimbangan itu terhuyung kebelakang dan hampir saja terjatuh keras.

Barusaja A Sep hendak bernafas lega karena serangan lawan tidak begitu serius, tiba-tiba sinar hitam berayun dari atas dengan begitu cepat bagaikan seekor ular yang mematuk kearah kepalanya. Ia menangkis dengan gerakan menyikut dari tangan kirinya, namun ikat pinggang kulit Mario berhasil menikung kebawah dan ujungnya yang berbahan besi padat tepat menghantam dahi sang lawan.

Sebuah serangan telak yang mendarat ditengah-tengah alis Li Yung Sep, menyebabkan darah menetes deras membasahi wajah, leher dan kini mengalir kebawah ikut membasahi sweater hitamnya.

Mario berharap lawannya kapok dan menyudahi saja perkelahian brutal ini. Jarang-jarang ia berkelahi sampai bersimbah darah seperti sekarang.

Keinginannya tidak terpenuhi, A Sep masih berdiri gagah walau wajahnya penuh dengan cairan merah kehitaman yang mengganggu pandagannya sendiri. Ia malah tersenyum lebar, seakan-akan menikmati rasa sakit yang ia rasakan atau pertarungan sengit seperti ini yang jarang-jarang ia hadapi.

“Ayolah, ngapain kita lanjutin?!” Tanya Mario dengan suara agak keras, namun masih berjaga-jaga dengan posisi setiap lekuk bagian tubuhnya yang penuh kewaspadaan.

Li Yung Sep tidak menjawab, ia masih tersenyum sambil secara tiba-tiba melemparkan dua buah pisau masing-masing dari tangan kiri dan kanannya dalam jarak yang amat dekat. Mario sekali lagi tertipu, sulit sekali memprediksi serangan lawan yang licik dan penuh kejutan ini. Dengan refleks tubuhnya yang berusaha menghindari datangnya maut, Mario merentangkan kakinya kekiri dan kekanan seperti pada posisi split sehingga ia berhasil menghindari lemparan pertama yang mengarah pada kepala, namun lemparan pisau lawan yang satunya mengarah ke lambung tidak sempat lagi ia hindari.

Ikat pinggang kulit berwarna hitam pekat itu melesat begitu cepat, bagaikan ular yang meluncur terbang dari bawah keatas, merobek sweater Li Yung Sep yang tidak menduga serangan balasan Mario itu dan ..... “Dhuakk!!!” berhasil menghantam dagunya dengan amat telak hingga kulitnya pecah-pecah dan membuat tubuhnya terjatuh keras kebelakang.

Li Yung Sep mencoba bangkit berdiri dengan susah payah, wajahnya penuh dengan darah yang bercucuran, ia barusaja hendak tersenyum senang namun perasaannya berubah kecewa setelah melihat siku kanan Mario yang tersayat. Dengan siku kanannya itu, Mario berhasil menangkis lemparan pisau kedua yang tadi ia lancarkan dengan tiba-tiba!

“Hahaha... udah gua duga.. lu emang bukan orang biasa, Mario!” Li Yung Sep berseru sambil tertawa dan memandang tajam kearah Mario.

“Gua masih inget lu, beberapa tahun lalu.... lu masih lemah, lu cuma seorang murid yang lemah dan tampak gak berbakat di perguruan kungfu Sungai Kuning!”

Mario tersentak kaget,”Lu siapa?? Gua tau, Jelas aja lu bisa kungfu.. pasti pernah belajar dimana gitu, tapi sayang... lu berantem kayak banci... ”

“Bajingan lu, berisik!” Li Yung Sep memandang kesal kearah Mario, “Dua kali gua bisa kalah sama orang kayak elu.”

Mario memandang kesal pada kakak kelas yang mukanya sudah tidak karuan ini,”Sialan, gua enggak kenal lu siapa, dan tiba-tiba nyerang gua dengan cara kotor gini main senjata lempar!!” Ia membentak, lalu segera pergi dengan terburu-buru meninggalkan lawannya yang terduduk tidak berdaya. Mario takut kalau si lawan yang licik ini akan menggunakan berbagai macam senjata curang lagi untuk menyerangnya.

Setelah berlari agak jauh, Mario mengeluarkan jaket berbahan kain wool hitam dari tasnya dan segera memakainya, sekedar untuk menutupi luka-luka sayatan pisau yang berada di kedua tangannya.

Ia mulai berjalan agak santai setelah berbelok di tikungan terakhir menuju jalan panjang lurus yang mengarah kerumahnya. Beberapa wajah tetangga yang tidak asing menyapa Mario dengan ramah, ia segera membalasnya dengan senyuman dan mengangguk sedikit lantas melanjutkan perjalanan pulangnya. Sesekali melirik kearah kedua lengannya yang tertutup jaket hitam, ia tidak ingin orang-orang melihat dirinya pulang dengan penuh luka. Selama beberapa tahun ini penyamarannya nyaris sempurna, tidak banyak orang yang tahu bahwa ia ahli kungfu.

Ia masuk kedalam rumahnya yang cukup kecil dan bergaya minimalis namun memiliki taman yang begitu luas. Seorang pelayan laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit gelap memandangnya dengan curiga,”Tuan terluka! Apa tuan tidak apa-apa?”

“Tenang, kalau gua kena luka berat tentunya gak akan bisa pulang kesini, Ben,” sahut Mario kepada pelayan setia bermata tajam yang sudah bekerja pada keluarganya sejak ia masih balita. Setelah membasuh luka-lukanya, Ben membalutnya dengan kain yang telah dibubuhi dedaunan obat kering.

Ben tersenyum sambil membuat beberapa ikatan dari kain pembungkus luka itu lalu berkata,“Luka dari pisau lempar, untung tuan kungfunya hebat sehingga berhasil mengelak disaat-saat terakhir, jadi lukanya tidak dalam.”

Mendengar kata kungfu, Mario jadi terbayang masa tiga tahun yang lalu. Tepat seperti yang dibilang oleh Li Yung Sep, saat itu memang betul Mario adalah anak yang terlalu lemah dan tidak berbakat dalam belajar beladiri. Ingatan itu terngiang didalam kepala Mario, ia memejamkan mata sambil mencoba untuk tenang.



=============-----------------============

(Tiga tahun lalu......)

“Hiaaaaat!!” Mario yang berumur hampir duabelas tahun itu berseru keras, kedua tangannya melepaskan serangan lurus kedepan dan menghantam boneka kayu berlapis jerami yang menjadi sasaran latihan beladiri di perguruan Sungai Kuning.

“Mario, tambah lagi tenaganya,” Seorang pria setengah baya yang berkumis tipis dan berpakaian ala kungfu master di film silat mandarin (bajunya berkancing tali dibagian tengahnya). Ia menghampiri Mario sambil berkata,”Kalau nanti kamu ngelawan orang yang lebih besar badannya, serangan segitu aja cuma bisa bikin dia geli!”

Mario tersenyum kesal, lalu memperlihatkan jari-jari kedua tangannya yang sudah lecet-lecet dan cukup memar kepada gurunya,”Tanganku bisa hancur, suhu... kalau setiap hari kerjanya mukulin boneka kayu dan jerami kayak gini!” Ia mengusap keringatnya lalu kembali berkata,”Teman-temanku yang belajar Kickboxing aja pakai dummy yang berbahan karet, itu kan lebih empuk dan nyaman!”

“Mario, lu tau enggak.... sehabis tangan kita luka, sel-sel kulit punya kemampuan regenerasi dan beberapa saat kedepan nanti tangan lu bakalan jadi lebih tebal dan kuat! Kalau misalnya tulang tangan lu ada retak-retak kecil atau yang namanya microfractura dalam bahsa kedokteran gitu, itu juga enggak masalah, bisa langsung gue obati dan.... nanti tulang lu bakalan jadi lebih kuat lagi, makanya latihan mukul boneka kayu kayak gini baik buat tanganlu.” Sang suhu (panggilan untuk guru kungfu) yang bernama Huang Fei menjelaskan dengan gaya bahasa yang gaul.

“Wew.... suhu kok tahu gituan?”

“Gue dulu dokter tulang,” jawab Suhu Huang dengan singkat.

“Kenapa enggak sampai sekarang suhu lanjut jadi dokter?”

“Gue diusir dari rumah sakit karena....yah ceritanya panjang,” Guru Huang menghela nafas sebentar lalu menggeleng-geleng kepala dan kembali berkata,”Gue matahin tulang dokter lain karena sedikit perkelahian..”

“Wow.. dokter tulang, akhirnya matahin tulang dokter lain?

“Ya, kurang lebih begitu.. hahaha masa muda memang penuh dengan perasaan yang masih labil, jadi dulu gue enggak bisa nahan emosi dan yah... enggak sengaja mukul dia dan beberapa tulang rusuknya patah.”

Mario tidak bisa menahan gelak tawanya setelah melihat sang guru yang bercerita dengan nada begitu polosnya, seakan-akan mematahkan tulang orang bukanlah hal besar.

“Dokter yang nyebelin itu... masih hidup enggak, suhu?” Tanya Mario yang semakin tertarik dengan cerita gurunya.

Suhu Huang tersenyum dan menjawab,“Masih dong, gue enggak bikin luka dia parah-parah amat kok... tapi sekarang walaupun dia masih jadi dokter.. wajahnya jadi lebih mirip sebagai pasien!”

Guru dan murid yang sedang asik bercanda itu tidak menyadari seorang wanita berumur tigapuluh tahunan dan berbaju hitam sedang memasuki ruangan berlatih itu bersama seorang anak laki-laki yang kurang lebih seumuran dengan Mario.

Wanita itu tersenyum mengejek dan berseru,“Suhu Huang tidak mencari murid baru? Untuk apa mengajari anak tidak berbakat itu? Sudah belajar kurang lebih enam bulan juga masih berlatih gerakan memukul dasar... hahahha dari awal juga sudah kubilang anak yang bertampang lemah itu enggak cocok jadi ahli silat, mendingan jadi pemain opera Cina aja!”

Lelaki berkumis tebal itu hanya tersenyum kecil dan membalas,”Tidak berbakat bagaimana, Suhu Ling? Dia punya semangat latihan dan ketahanan tubuh yang tinggi gitu kok, muridlu sendiri emangnya lebih berbakat? Gak yakin ah gua... lu mau terima dia jadi murid juga paling karena kantongnya tebel”

Wajah wanita itu berubah kemerahan, celaan lawan bicaranya berhasil menusuk dengan tepat. “Cih, jaga omonganmu, Suhu Huang!”

Mario hanya memandang wanita itu dengan tatapan tajam. Dalam hati ia kesal juga diejek sebagai murid yang tidak berbakat. Namun ia menahan diri untuk bicara setelah melihat suhunya tersenyum singkat kearahnya.

“Mendingan gini aja.. kita selesaiin masalah kecil kayak gini. Lu bilang murid gua gak berbakat? Dua bulan lagi, kita lihat mereka bertanding. Kalau muridlu yang namanya siapa itu?”

“A Sep!” Balas wanita itu dengan cepat.

“Ya, A Sep... kalau dia kalah, lu teraktirin gua sama murid gua, Mario,” Suhu Huang tersenyum sambil berpikir,”Ah ... lu teraktirin gua makan dim sum buffet yang all you can eat!”

“Ya.. dan kalau murid Suhu Huang yang kalah?” Balas wanita berambut pendek dan berwajah cokelat kemerahan yang kerap disapa Suhu Ling itu.

“Lu teraktir gua makan dim sum.”

“Enak aja! Mana adil?” Bentak wanita itu sambil memandang kesal.

“Eh salah ngomong gua... maksudnya kalau murid gua, si Mario kalah yah gua teraktir lu dan muridlu makan juga..”

“Makan dim sum juga! Gua gakmau ditraktir makan di warteg atau restoran lain yang lebih murah! Ingat itu!” Kembali Guru Ling membentak penuh ancaman, ia sudah kenal dekat dengan Suhu Huang yang penuh dengan tipu muslihat dan sikapnya yang iseng jago berkelakar itu dan tentu saja ia tidak sudi diakali.

Setelah melihat Suhu Ling dan muridnya keluar ruangan dengan langkah cepat, Mario menarik-narik baju gurunya.

“Ya kenapa, Mario?”

“Suhu nyuruh aku yang baru belajar beberapa bulan untuk ngelawan muridnya yang udah belajar dari SD?”

“Tenang.... lu pasti menang, mulai besok datang kesini tiap sore... satu hari kita latihan satu jam aja cukup!”

“Hah???!!!” Mario menjerit kaget,”Kenapa waktu latihanku malah dikurangi? Biasanya juga dua jam sampai tiga jam. Seharusnya untuk persiapanku ngelawan murid Suhu Ling tadi, waktu latihanku ditambah dong?”

“Tenang... besok akan gue ajarin ilmu beladiri yang paling unik, indah dan bisa dibilang aneh... ilmu ini sering diperagain sama enci-enci atau engko-engko buat senam gitu.. tapi mereka enggak tau intisari dari ilmu ini, jadi mereka cuma pakai gerakan-gerakannya buat sekedar senam kesehatan. Nanti gua ajarin ke elu ilmu yang versi aslinya! Dalam satu bulan aja kalau lu udah kuasain, ngelawan sepuluh orang murid dari Suhu Ling aja lu masih bisa nahan kok!”

======---------------===========



“Tuan ngelamunin apa?” Ben bertanya sambil memijati jari-jari Mario yang pegal-pegal.

“Haha, kenangan tiga tahun lalu, Ben. Saat gua berlatih beladiri kungfu, enggak sampai satu tahun sama seorang guru yang sakti bener menurut gua.” Mario menjawab sambil memejamkan kedua matanya.




===================
bersambung ke bagian 4
(maaf bila ada kesalahan tanda baca dan tata bahasa)

3 komentar:

Anonim mengatakan...

bahahahaahahahahahahaah!! mantap, had!! lanjutannya ditunggu loh, broo!! hehehehehe

Samwell mengatakan...

kk kok chat box ilang kk btw dadah nggak bisa kontak lagi -_-"

Anonim mengatakan...

Kerennn... ditunggu nih lanjutan HOS nyaa kak